Puasa Ramadhan adalah salah satu dari rukun Islam, tidak dibolehkan bagi seorang muslim yang baligh, berakal, yang kena tanggung jawab syari’at meninggalkan puasa Ramadhan tanpa udzur (alasan yang dibenarkan), seperti bepergian, sakit dan lain sebagainya. Dan barang siapa yang meninggalkannya -meskipun hanya satu hari- tanpa udzur, maka dia telah melakukan salah satu dosa besar dan dirinya terancam oleh kemurkaan Allah dan siksa-Nya, dia wajib bertaubat dengan penuh kejujuran dan taubat nasuha, dia juga wajib mengganti puasa yang ditinggalkannya, menurut pendapat para ulama, bahkan sebagian dari mereka menyatakan sebagai hasil dari ijma’.
Baca jawaban soal nomor: 234125
Adapun orang yang dengan sengaja berbuka (tidak melaksanakan puasa) pada bulan Ramadhan, dan dianggap termasuk yang dibolehkan, maka dia telah kafir, dan harus diminta bertaubat, jika dia mau maka akan selamat, namun jika tidak maka konsekuensinya akan dibunuh. Dan barang siapa yang dengan terang-terangan tidak berpuasa, maka seorang imam akan menta’zirnya (hukuman sesuai dengan kebijakan hakim), dia pun diberi sanksi yang dianggap mampu mencegahnya agar tidak bisa kembali lagi melakukannya atau yang serupa dengannya.
Secara global, di antara pendapat para ulama adalah:
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:
“Jika seseorang tidak melaksanakan puasa Ramadhan karena menganggapnya halal, padahal dia tahu akan keharaman meninggalkan puasa, maka wajib dinunuh. Dan jika dia seorang yang fasik maka dia diberi sanksi karena tidak berpuasa tersebut sesuai dengan kebijakan seorang imam (pemimpin). Namun jika memang dia belum tahu, maka perlu diajari”. (Al Fatawa Al Kubro: 2/473)
Ibnu Hajar Al Haitsami –ramihahullah- berkata:
“Dosa besar yang ke 140 dan 141 adalah meninggalkan puasa satu hari dari bulan Ramadhan, atau merusak puasanya dengan jima’ atau lainnya, tanpa ada udzur seperti karena sakit, bepergian atau semacamnya”. (Az Zawajir: 1/323)
Ulama Lajnah Daimah lil Ifta’ berkata:
“Seorang mukallaf jika merusak puasanya di bulan Ramadhan maka termasuk dosa besar, jika tanpa udzur yang syar’I”. (Fatawa Lajnah Daimah: 10/357)
Syeikh Ibnu Baaz berkata:
“Barang siapa yang meninggalkan puasa satu hari pada bulan Ramadhan tanpa udzur yang syar’i, maka dia telah melakukan kemungkaran yang besar, dan barang siapa yang bertaubat maka Allah akan menerima taubatnya. Maka dia wajib bertaubat kepada Allah dengan penuh kejujuran dan menyesali masa lalunya, dan bertekad untuk tidak mengulanginya lagi, dan banyak mengucapkan istigfar, dan segera mengqadha’ hari yang ditinggalkannya”.
Syeikh Ibnu Utsaimin –rahimahullah- pernah ditanya tentang orang yang membatalkan puasa pada siang hari di bulan Ramadhan tanpa ada udzur ?
“Membatalkan puasa di bulan Ramadhan pada siang hari tanpa ada alasan yang dibenarkan termasuk dosa besar, dengan demikian maka orang tersebut dianggap fasik, dan diwajibkan baginya untuk bertaubat kepada Allah dan mengganti sejumlah hari yang ditinggalkannya”. (Majmu’ Fatawa dan Rasa’il Ibnu Utsaimin: 19/89)
Imam An Nasa’i telah meriwayatkan dalam Al Kubro (3273) dari Abu Umamah berkata:
“Saya telah mendengar Rasulullah –shallallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
( بَيْنَا أَنَا نَائِمٌ إِذْ أَتَانِي رَجُلَانِ فَأَخَذَا بِضَبْعَيَّ ) وَسَاقَ الْحَدِيثَ، وَفِيهِ قَالَ: ( ثُمَّ انْطَلَقَا بِي فَإِذَا قَوْمٌ مُعَلَّقُونَ بِعَرَاقِيبِهِمْ ، مُشَقَّقَةٌ أَشْدَاقُهُمْ تَسِيلُ أَشْدَاقُهُمْ دَمًا، قُلْتُ: مَنْ هَؤُلَاءِ؟ قَالَ: هَؤُلَاءِ الَّذِينَ يُفْطِرُونَ قَبْلَ تَحِلَّةِ صَوْمِهِمْ ) .
“Pada saat kami tidur, ada dua orang laki-laki yang menghampiriku seraya membopong saya”, lalu beliau melanjutkan ucapannya yang di antaranya: “Kemudian mereka berdua membawaku, kemudian terlihat ada suatu kaum yang sedang digantung di tunggangan mereka, pipi bagian bawahnya robek dan mengalirkan darah, saya berkata: “Siapa mereka ?”, dia berkata: “Mereka adalah orang-orang yang berbuka sebelum puasanya sempurna”. (Dishahihkan oleh Albani Ash Shahihah: 3951 kemudian dia berkata setelahnya:
“Ini adalah balasan orang yang berpuasa kemudian ia membatalkannya dengan sengaja sebelum masuk waktu berbuka, maka bagaimanakah keadaan orang tidak puasa sama sekali ?! . Semoga Allah senantiasa memberikan keselamatan di dunia dan akherat.
Untuk penjelasan lebih lanjut silahkan baca nomor: 38747
Assalamualaikum Ustadz, saya mau bertanya, kebetulan saya mempunyai usaha perdagangan, dan kebetulan mempunyai seorang pelanggan yang termasuk pembeli yang paling banyak belanja ditempat saya. Tetapi belakangan menurut berita yang beredar, baru saya ketahui kalau beliau adalah pengusaha yang memperoleh penghasilan dari usaha/pekerjaan yang haram,, Pertanyaan saya adalah apabila pelanggan tersebut belanja di tempat saya menggunakan uang yang diperoleh dari pekerjaan/usaha yang haram, yang mana uang tersebut adalah uang haram, apakah uang tersebut hukumnya haram bagi saya, padahal uang tersebut untuk pembayaran barang yang saya jual? Terimakasih. Wa alaikumus salam wr wb. Para ulama berbeda pendapat pendapat tentang status menerima unag haram yang memang sudah diapstikan keharamannya. Yang dimaksud sudah dipastikan keharamannya adalah bahwa uang tersebut didapat dari cara yang tidak halal. Misalnya menerima uang hasil curian yang memang kita tahu secara pasti bahwa uang itu hasil curian. Sedangkan jika baru sebatas dugaan atau rumor, statusnya belum jelas. Karena belum jelas, fiqh menghukuminya secara zahir, bahwa uang itu adalah uang bersih atau bukan didapatkan dari cara yang haram. Mengenai uang yang sudah dipastikan keharamannya, para Ulama berbeda pendapat;
KEADILAN HUKUM BAGI ORANG MISKIN
Oleh: Sri Hartati, S.H., M.H. (Ketua PA Simalungun)
Di era Demokrasi dan Reformasi saat ini masyarakat sudah semakin sadar hukum jika dibandingkan dengan era sebelumnya. Jika dicermati di masyarakat setiap perkara (perselisihan) yang tidak bisa didamaikan maka biasanya langsung dibawa ke pengadilan dengan harapan akan ada putusan hukum yang dapat diterima pihak-pihak yang berperkara. Akan tetapi, realitanya hampir setiap putusan hukum oleh pengadilan akan didemonstrasi atau diprotes oleh sekelompok masyarakat karena dirasakan tidak adil. Hal tersebut terus terjadi dimasyarakat karena mereka tidak mengetahui mana putusan yang adil, oleh karena itu norma-norma mengenai keadilan, kepatutan dan bahkan kebenaran pun semakin kabur dan sulit untuk dipahami para pelakunya.
Keadilan milik semua manusia. Tidak perduli kaya dan miskin. Tidak perduli apapun strata sosialnya. Tidak perduli apapun jabatannya. Tidak perduli siapapun orang tuanya. Itulah makna dari prinsip dasar: persamaan di hadapan hukum, equality before the law. Persamaan, tanpa perbedaan hukum, bagi setiap manusia.
Namun itu adalah teori, bukan praktik. Dalam praktik, dalam kenyataannya teori seringkali tidak terwujud. Maka, muncullah ungkapan standar, penegakan hukum yang ibarat sebilah pisau, “tajam ke bawah, tumpul ke atas.” Keadilan hanya milik orang kaya, bukan orang miskin. Maka ibarat pelayanan kesehatan yang sering menghadirkan sindiran, “Orang miskin tidak boleh sakit”, maka dalam hal penegakan hukum, muncul pula kesinisan, “Orang miskin tidak boleh benar” karena dalam faktanya, hukum sejak semula selalu mengandung potensi untuk cenderung memberikan keuntungan kepada mereka dari golongan yang lebih mampu secara financial. Sementara hukum itu tidak adil terutama bagi masyarakat miskin dan tidak mampu.
Defenisi adil dan tidak adil sangat relative, tergantung dari sisi mana kita melihatnya. Jika ditinjau dari sisi pihak yang menang atau dimenangkan, putusan hukum selalu adil sementara sebaliknya dari sisi pihak yang kalah atau dikalahkan, putusan hukum selalu tidak adil. Yang pasti, Negara kita dicanangkan sebagai Negara Hukum dengan hukum sebagai Panglima dan masyarakat harus menjunjung tinggi supremasi hukum. Tetapi di negeri kita, sepertinya hukum dan keadilan saling bertolak belakang, seolah dua kutub yang saling terpisah, hukum seperti tidak memiliki keadilan. Hal ini tentunya bertentangan dengan filosofis hukum itu sendiri, yaitu bahwa hukum dilahirkan bukan sekedar untuk membuat tertib sosial, tapi lebih dari itu, bagaimana hukum dilahirkan dapat memberikan rasa keadilan bagi masyarakat.
MAKNA DAN STANDAR KEADILAN
Salah satu asas hukum adalah keadilan, disamping kemanfaatan dan kepastian hukum. Secara bahasa kata “keadilan” berasal dari kata “Adil” dengan mendapat imbuhan (awalan) ke- dan akhiran-an. Asal usul kata ini merupakan serapan dari bahasa Arab, yaitu al-‘adl/al’-adalah, yang berarti “tengah” atau “pertengahan”. Keadilan berarti tidak memihak, berpihak kepada yang benar dan tidak sewenang-wenang. Namun karena keadilan adalah sesuatu yang abstrak, maka untuk mewujudkan suatu keadilan, kita harus mengetahui apa arti dari keadilan itu, Definisi keadilan dari para ahli sangat beragam, yaitu :
Ada beberapa macam bentuk keadilan, diantaranya ialah :
Keadilan sosial inilah yang dianut oleh bangsa Indonesia, yang jelas tercantum dalam Pancasila sila ke-5 serta UUD 1945. Keadilan disini adalah penilaian dengan memberikan kepada siapapun sesuai dengan apa yang menjadi haknya yakni dengan bertindak proporsional dan tidak melanggar hukum. Keadilan tidak dapat dipisahkan dari kewajiban. Keadilan juga tidak bersifat sektoral tetapi meliputi ideologi, IPOLEKSOSBUDHANKAM untuk menciptakan masyarakat yang adil dan makmur.
Keadilan mempunyai bobot yang lebih berat dibandingkan dengan kemakmuran dan sentosa, karena rakyat bisa tahan dengan ketidakmakmuran tetapi tidak akan bisa tahan dengan ketidakadilan. Sehingga, jika keadilan sudah ditegakkan maka kemakmuran tinggal menunggu waktu saja, tetapi jika kemakmuran yang didahulukan, belum tentu keadilan akan terwujud.
Keadilan sosial bangsa Indonesia bukan berarti kita menganut faham sosialisme, tetapi kata sosial disini artinya adalah rakyat banyak. Jadi keadilan sosial berarti suatu hierarki, bahwa keadilan untuk rakyat banyak adalah lebih penting dibandingkan untuk kelompok tertentu, apalagi individu tertentu.
Sedangkan kata “seluruh rakyat Indonesia” berarti keadilan sosial harus berlaku untuk seluruh rakyat Indonesia, dimanapun berada tanpa terkecuali. Tidak boleh ada diskriminasi terhadap siapapun juga. Karena setiap manusia berhak diperlakukan adil dan berlaku adil dengan menyeimbangkan antara hak dan kewajiban. Orang yang menuntut hak, tapi lupa dengan kewajibannya, akan menimbulkan pemerasan. Sedangkan orang yang menjalankan kewajiban tapi lupa dengan haknya akan mudah diperbudak oleh orang lain.
Jadi keadilan sosial yang terdapat pada sila ke-5 Pancasila adalah keseimbangan antara pemenuhan kebutuhan jasmani dan rohani, keseimbangan antara manusia sebagai mahluk individu dan mahluk sosial dan juga keseimbangan antara pemenuhan hak sipil dan politik dengan hak ekonomi, sosial dan budaya. Dan sampai saat ini, keadilan itu belum juga tercapai, karena itu diperlukan perjuangan dari seluruh lapisan masyarakat untuk turut memperjuangkannya, terutama yang banyak disorot oleh masyarakat adalah keadilan di bidang hukum. Banyak putusan pidana yang tidak mencerminkan rasa keadilan, hal ini terlihat nyata apabila yang melakukan pelanggaran adalah rakyat miskin.
Adapun standar keadilan didasarkan kepada norma-norma baik dan buruk yang didukung oleh prinsip-prinsip hukum yang fundamental. Dengan demikian, keadilan yang dimaksud adalah harmonitas atau keseimbangan antara kebebasan individu dan kepentingan masyarakat. Disinilah hukum memainkan peran yang penting dalam mendamaikan kepentingan pribadi dengan kepentingan masyarakat dan bukan sebaliknya.
Menegakkan keadilan merupakan cita-cita tertinggi dalam hukum, namun dalam menerapkan keadilan bukan terletak pada teks-teks hukum semata melainkan pada manusia yang menerima sebutan hakim, pengacara, kuasa hukum, penegak hukum, penguasa hukum, polisi dan sebagainya. Itulah keadilan hukum yang harus ditegakkan. Keadilan hukum itu menjadi mahal karena tidak ada yang sanggup membelinya tetapi keadilan menjadi murah jika para penegak hukum tidak lagi mau berlaku jujur dan amanah.
MENGAPA BAGI ORANG MISKIN
Keadilan merupakan pilar terpenting dalam Islam, oleh sebab itu konsep keadilan dalam Al-Qur'an bukan hanya sebagai norma hukum melainkan menempatkannya juga sebagai bagian integral dari takwa.
Mengapa keadilan hukum itu harus diberikan penekanan porsi bagi orang miskin ? Jawabnya adalah karena ada kaitan langsung antara wawasan atau sisi keadilan dalam Al’Qur’an dengan upaya peningkatan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup warga masyarakat, terutama mereka yang menderita dan lemah posisinya dalam percaturan masyarakat salah satunya adalah kaum miskin.
Salah satu persoalan yang dihadapi oleh kaum miskin adalah akses terhadap keadilan (access to justice), terutama bagi mereka yang sedang berhadapan atau bermasalah dengan hukum. Lalu bagaimana mereka bisa mendapatkan perlakuan yang adil dalam peradilan? Caranya adalah dengan mendapatkan bantuan hukum yang merupakan hak asasi yang dimiliki oleh setiap orang. Hak asasi tersebut merujuk pada syarat setiap orang untuk mendapatkan keadilan, tak peduli dia kaya atau miskin. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan, setiap warga negara sama kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung tinggi hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kekecualian.
Secara umum, bantuan hukum bisa diartikan sebagai pemberian jasa hukum kepada orang yang tidak mampu, biasanya diukur secara ekonomi. Ini juga bisa diartikan, penyediaan bantuan pendanaan bagi orang yang tidak mampu membayar biaya proses hukum. Karena bantuan hukum itu melekat sebagai sebuah hak, maka ada dua esensi dari bantuan hukum yaitu rights to legal representation dan access to justice.
The rights to legal representation bermakna hak seseorang untuk diwakili atau didampingi oleh advokat selama peradilan. Access to justice berdimensi lebih luas lagi, yakni tidak hanya diartikan sebagai pemenuhan akses seseorang terhadap pengadilan atau legal representation tetapi harus memberikan jaminan bahwa hukum dan hasil akhirnya layak, dan berkeadilan.
Adnan Buyung Nasution adalah pakar hukum yang pemikiran-pemikirannya selalu konsisten tentang access to justice dan penghormatan terhadap hak asasi manusia khususnya bagi fakir miskin dan orang tidak berdaya, beliau menyatakan bahwa keadilan erat kaitannya dengan hak asasi manusia dan hak untuk memperoleh keadilan merupakan hak pencari keadilan untuk mendapatkan proses peradilan yang adil dan fair (due process of law) dan keadilan itu sendiri hanya bisa diperoleh jika ada fair trial yaitu hak untuk diadili oleh pengadilan yang kompeten, jujur dan terbuka namun fair trial belum sepenuhnya bisa dijalankan di Indonesia khususnya bagi pencari keadilan yang tidak mampu dan terpinggirkan.
JAKARTA - Sebanyak 5 permainan judi melanggar hukum yang banyak disukai oleh orang Indonesia. Judi merupakan suatu permainan nasib yang terdapat dua kemungkinan di dalamnya. Peluang pertama ialah meraih kemenangan dan meraup untung, dan kemungkinan kedua ialah menderita kerugian. "Penyakit" dari permainan judi ialah dapat membuat pelakunya ketagihan.
Sayangnya, Indonesia melarang aktivitas perjudian karena dianggap merugikan masyarakat dan melanggar norma agama.
Khusus judi online, Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) menjerat para pelaku maupun orang yang mendistribusikan muatan perjudian dengan ancaman hukuman pidana penjara paling lama enam tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar.
Follow Berita Okezone di Google News
Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya
Berikut daftar 5 permainan judi melanggar hukum yang banyak disukai oleh orang Indonesia
1.Togel (Totoan Gelap)
Mungkin sebagian masyarakat Indonesia tak asing dengan permainan judi yang kerap disebut Togel. Togel atau totoan gelapadalah sebuah permainan menebak angka yang menurut sejarah, sudah populer sejak ratusan tahun lalu. Meskipun permainan ini memiliki ragam nama, tetap saja intinya adalah menebak Angka. Namun, yang membedakan dari permainan ini hanyalah perkara pemberian hadiahnya saja.
Sabung ayam merupakan salah satu jeni judi yang mana terdapat hukumannya. Cara main dari judi ini adalah dengan menggunakan ayam sebagai hewan yang diadu.
Umumnya saat ayam-ayam jago sedang bertarung, para penonton akan melakukan totoan. Mereka bertaruh untuk menentukan ayam mana yang akan menang. Jika menang nantinya totoan uang akan jatuh kepadanya, dan jika kalah akan sebaliknya.
Dadu dalah sebuah objek kecil yang umumnya berbentuk kubus yang digunakan untuk menghasilkan angka atau simbol acak. Dadu digunakan dalam berbagai permainan anak-anak dan judi.
Di Indonesia bandar judi dadu suka berkeliling di acara besar seperti pasar malam atau wayang. Dan tempat favoritnya ada di tempat gelap yang hanya berbekal penerangan seadanya.
Judi kartu yang dimainkan mulai dari main remi, hingga domino. Bahkan pihak rumah akan menyediakan minum dan juga gelas kosong di tengah. Orang yang menang judi akan mengisi gelas tersebut sebagai sumbangan kepada pemilik rumah. Di beberapa daerah praktik ini kerap kali digerebek oleh polisi lantaran dianggap melanggar hukum.
Taruhan judi bola memang banyak sekali peminatnya di Indonesia sendiri. Taruhan jenis ini memang tidak membosankan dan memberikan kesan menantang. Dimana kita akan menjagokan salah satu tim sepak bola yang sedang bermain. Bagi peminat permainan sepak bola tentu taruhan judi bola bukan menjadi hal yang aneh. (RIN)
Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, Perlombaan untuk mendapatkan sebuah hadiah yang ditawarkan hukumnya boleh. Asalkan hadiah yang ditawarkan berasal dari satu pihak, misalnya panitia penyelenggara. Di mana dananya bukan berasal dari 'uang saweran' dari para peserta lomba.
Apabila dana untuk hadiah diambilkan dari pungutan uang pendaftaran, ini yang kita sebut 'uang saweran', maka hukumnya tidak berbeda dengan hukum judi. Sebab di dalam sebuah perjudian, para peserta memang mengeluarkan uang untuk 'memasang' atau untuk taruhan. Lalu permainan judi akan menetapkan bahwa pemenangnya berhak atas uang taruhan itu.
Bila diperhatikan dengan seksama, trasaksi perjudian adalah pada adanya dua belah pihak atau lebih yang masing-masing menyetorkan uang dan dikumpulkan sebagai hadiah.
Lalu mereka mengadakan permainan tertentu, baik dengan kartu, adu ketangkasan atau media lainnya. Siapa yang menang, dia berhak atas hadiah yang dananya dikumpulkan dari kontribusi para pesertanya. Itulah hakikat sebuah perjudian.
Biasanya jenis permaiannnya memang khas permainan judi seperti main remi/ kartu, melempar dadu, memutar rolet, main pokker, sabung ayam, adu domba, menebak pacuan kuda, menebak skor pertandingan sepak bola dan seterusnya.
Namun adakalanya permainan itu sendiri sama sekali tidak ada hubungannya dengan perjudian. Misalnya menebak sederet pertanyaan tentang ilmu pengetahuan umum atau pertanyaan lainnya.
Namun jenis permainan apa pun bentuknya, tidak berpengaruh pada hakikat perjudiannya. Sebab yang menentukan bukan jenis permainannya, melainkan perjanjian atau ketentuan permainannya.
Dalil-dalil tentang Haramnya Judi
Allah SWT telah mengharamkan perjudian di dalam Al-Quran Al-Kariem dalam firman-Nya.
يسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَآ أَكْبَرُ مِن نَّفْعِهِمَا
Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: 'Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfa'at bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfa'atnya'. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah: ' Yang lebih dari keperluan.' Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berfikir, (QS. Al-Baqarah: 219)
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ وَالأْنْصَابُ وَالأْزْلاَمُ رِجْسٌ مِنْ عَمَل الشَّيْطَانِ فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya khamar, berjudi, berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.(QS. Al-Maidah: 90)
Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan dan kebencian di antara kamu lantaran khamar dan berjudi itu, dan menghalangi kamu dari mengingat Allah dan sembahyang; maka berhentilah kamu .(QS. Al-Maidah: 91)
Contoh Bentuk Perlombaan Yang Diharamkan
Sudah menjadi tradisi bangsa Indonesia secara merata setiap merayakan hari proklamasi kemerdekaan negara, untuk diadakan aneka macam lomba. Ada banyak lomba yang sering digelar, mulai dari olah raga, panjat pinang, tusuk jarum, tarik tambang, memasak, dan seterusnya. Tujuannya tentu mulia, yaitu untuk mendapatkan kemeriahan, selain juga untuk menjadi sarana keakraban antar warga, baik yang ikutan lomba atau pun sekedar menjadi penonton.
Namun terkadang masuk juga unsur judi dalam lomba-lomba rakyat itu. Misalnya apabila dari 20 peserta lomba ditarik uang administrasi masing-masing sebesar 100 ribu, maka akan terkumpul dari uang sebesar 2 juta rupiah. Apabila hadiah yang diperebutkan peserta dibeli dari uang adminstrasi itu, maka uang itu menjadi uang taruhan.
Dan pada hakikatnya praktek seperti ini adalah sebuah perjudian. Namun bila hadiah yang dijanjikan buat peserta yang menang tidak diambilkan dari uang administrasi para peserta, misalnya dari sumbangan para sponsor, atau dari hasil penjualan tiket penonton dan sebagainya, maka prinsip judi menjadi hilang.
Bagaimana Yang Halal?
Yang halal mudah saja, silahkan cari sponsor atau pihak-pihak yang mau menyediakan hadiah bagi para penenang lomba. Asalka hadiah itu tidak diambilkan dari retribusi para peserta, sebenarnya hakikat perjudiannya sudah hilang.
Misalnya, pak Lurah menyediakan sponsor sebesar 10 juta, maka urusannya sudah selesai. Pihak panitia boleh menggunakan dana retribusi peserta untuk biaya konsumsi, sewa kursi, keamanan, kebersihan atau keperluan lainnya yang terkait dengan lomba.
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Dalam Islam, hukum judi jelas haram. Diibaratkan bahwa jika bersedekah dengan uang judi seperti mencuci kain dengan air kencing, bukannya bersih malah tambah kotor. Foto ilustrasi/ist
menggunakan uang judi? Dalam Islam, hukum judi jelas haram. Diibaratkan bahwa jika bersedekah dengan uang judi seperti mencuci kain dengan air kencing, bukannya bersih malah tambah kotor.
sendiri adalah amalan yang sangat mulia, bahkan sangat berpahala. Untuk mengamalkanya, harus dilakukan dengan cara yang baik dan mulia pula. Apalagi ini tentang harta, Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:
وَلَا تَاۡكُلُوۡٓا اَمۡوَالَـكُمۡ بَيۡنَكُمۡ بِالۡبَاطِلِ وَتُدۡلُوۡا بِهَآ اِلَى الۡحُـکَّامِ لِتَاۡکُلُوۡا فَرِيۡقًا مِّنۡ اَمۡوَالِ النَّاسِ بِالۡاِثۡمِ وَاَنۡـتُمۡ تَعۡلَمُوۡنَ
"Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui. (QS. Al-Baqarah:188)
Para ahli tafsir mengatakan bahwa kata memakan yang ada pada ayat di atas merupakan penggambaran fenomena umum. Artinya, motivasi sebagian besar orang dalam memiliki harta adalah untuk memenuhi kebutuhan dirinya terhadap makanan. Jadi, penggunakan kata memakan pada ayat di atas bukan bertujuan membatasi keharaman pada memakan saja.
yang diperoleh dengan cara tidak benar mencakup seluruh jenis pemanfaatan. Seseorang yang memperoleh harta dengan cara yang tidak benar, baik itu judi, korupsi, mencuri dan sejenisnya, haram hukumnya memanfaatkan harta tersebut.
Seperti diungkap Ustadz Abdurrochim yang dilansir
, para ulama membagi sesuatu yang diharamkan dalam dua kategori: pertama, haram secara dzatnya. misalnya, daging babi, daging anjing, bangkai, darah dan sejenisnya. Kedua, haram secara hukum. Bisa jadi sesuatu itu halal secara dzat, hanya saja cara memperolehnya tidak sesuai dengan syariat maka haram pula mengkonsumsinya. Misalnya, buah-buahan hasil curian, uang hasil korupsi, uang hasil judi dan lain-lain. Allah Subhanahu wa ta'ala mengharamkan kedua jenis harta di atas.
Abu Mas’ud Al-Anshari meriwayatkan bahwa Rasulullah shallalahu alaihi wa sallam melarang menerima bayaran jual-beli anjing, bayaran zina dan bayaran praktek perdukunan (sihir).”(HR Bukhari Muslim)
Hadis ini bisa menjadi landasan keharaman suatu harta yang diperoleh dengan cara yang tidak benar.
Lantas bolehkah kita bersedekah dengan harta yang diperoleh dengan cara tersebut? Tentang hal ini, Allah Subhanahu wa ta'ala menjelaskannya dalam Al-Qur'an:
يٰۤـاَيُّهَا الَّذِيۡنَ اٰمَنُوۡۤا اَنۡفِقُوۡا مِنۡ طَيِّبٰتِ مَا كَسَبۡتُمۡ وَمِمَّاۤ اَخۡرَجۡنَا لَـكُمۡ مِّنَ الۡاَرۡضِ ۖ وَلَا تَيَمَّمُوا الۡخَبِيۡثَ مِنۡهُ تُنۡفِقُوۡنَ وَلَسۡتُمۡ بِاٰخِذِيۡهِ اِلَّاۤ اَنۡ تُغۡمِضُوۡا فِيۡهِؕ وَاعۡلَمُوۡۤا اَنَّ اللّٰهَ غَنِىٌّ حَمِيۡدٌ
“Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang kami keluarkan dari bumi untuk kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji." (QS. Al-Baqarah:267)
Kemudian hadis Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya Allah tidak menerima sholat tanpa bersuci dan sedekah dari hasil korupsi (ghulul).” (HR An-Nasa’i)
Berdasarkan ayat dan hadis di atas, Allah Subhanahu wa ta'ala tidak menerima sedekah harta yang diperoleh melalui cara yang tidak benar. Allah ta'ala hanya akan menerima sedekah harta yang berasal dari sumber yang halal.